Kamis, 12 Agustus 2010

DA'WAH CACI MAKI

Di era reformasi seperti sekarang ini kegiatan da'wah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok keagamaan khususnya kelompok yang berada dibawah bendera Islam sangatlah marak, hal ini tidak terlepas dari angin kebebasan yang telah dihembuskan oleh pemerintah sejak reformasi digulirkan. Sebuah keuntungan memang bagi kaum muslimin manakala kehausan akan informasi-informasi tentang agama Islam ini dapat diperoleh dengan mudah,bahkan ada stasiun televisi yang sengaja mengadakan"kontes" Da'i dan Da'iyah guna menjawab tantangan tersebut.

Tetapi dibalik itu semua, ada beberapa kelompok da'wah yang telah memanfa'atkan momentum ini justru untuk menciptakan suasana yang tidak kondusif di tanah air ini,kondisi masyarakat yang mayoritas masih awam terhadap da'wah yang benar dan mubarokah yaitu yang membawa ummat ini untuk memahami tauhid justru digunakan untuk menyukseskan misi kelompok-kelompok mereka dan lebih parahnya lagi,metode da'wah kelompok-kelompok ini ternyata banyak menuai simpati di masyarakat bahkan ada diantaranya yang ditiru oleh da'i-da'i kampung yang (maaf) banyak menggantungkan hidup dari (kerja) da'wahnya.

Apa metode da'wah mereka itu?salah satu yang paling sering dilakukan adalah mengeritik pemerintah yang sah dengan cara terbuka ditempat-tempat umum, di majlis-majlis da'wah atau dijalan-jalan raya dengan penuh caci maki seakan-akan merekalah orang-orang yang paling benar,

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً

“Barang siapa yang melihat sesuatu ia benci dari pemimpinnya, maka hendaknya ia bersabar atasnya, karena barang siapa yang meninggalkan jama’ah dengan sejengkal, lalu ia mati, kecuali ia akan mati seperti matinya orang jahiliyyah”. [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (13/5), Muslim dalam Shohih-nya (3/1477), Ahmad dalam Al-Musnad (1/275), dan lainnya]

Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah (mufti Agung Kerajaan Saudi Arabia) pernah ditanya:

Pertanyaan: apakah termasuk manhaj salaf mengeritik penguasa diatas mimbar-mimbar? Dan bagaimana manhaj salaf dalam menasehati penguasa?

Beliau menjawab:

ليس من منهج السلف التشهير بعيوب الولاة وذكر ذلك على المنابر لأن ذلك يفضي إلى الفوضى وعدم السمع والطاعة في المعروف ويفضي إلى الخوض الذي يضر ولا ينفع ,ولكن الطريقة المتبعة عند السلف النصيحة فيما بينهم بين السلطان, والكتابة إليه أو الاتصال بالعلماء الذي يتصلون به حتى يوجه إلى الخير وإنكار المنكر يكون من دون ذكر الفاعل ويكفي إنكار المعاصي والتحذير منها من غير ذكر أن فلانا يفعلها لا حاكم ولا غير حاكم.

ولما وقعت الفتنة في عهد عثمان رضي الله عنه قال بعض الناس لأسامة بن زيد رضي الله عنه : ألا تنكر على عثمان؟! قال: أنكر عليه عند الناس؟! لكن أنكر عليه بيني وبينه,ولا أفتح باب شر على الناس .

ولما فتحوا الشر في زمن عثمان رضي الله عنه وأنكروا على عثمان جهرة تمت الفتنة والقتال والفساد الذي لا يزال الناس في آثاره إلى اليوم, حتى حصلت الفتنة بين علي ومعاوية رضي الله عنه وقتل عثمان وعلي رضي الله عنه بأسباب ذلك, وقتل جم كثير من الصحابة رضي الله عنهم وغيرهم بأسباب الإنكار العلني وذكر العيوب علنا حتى أبغض الناس ولي أمرهم وحتى قتلوه, نسأل الله العافية.

Bukan termasuk manhaj salaf menyebarkan aib para penguasa dan menyebutkannya diatas mimbar-mimbar,sebab yang demikian akan menyebabkan kekacauan, dan penguasa tidak lagi didengarkan dan ditaati dalam perkara yang ma’ruf, dan menyebabkan mereka sibuk dalam perkara yang memudaratkan dan tidak mendatangkan manfaat. Namun metode yang diikuti dari kalangan salaf adalah adanya nasehat antara mereka dengan penguasanya, menulis surat kepadanya, atau menghubungi para alim ulama yang memiliki akses kepadanya sehingga dapat diarahkan kepada kebaikan.

Tetapi karena kenyataannya metode ini lebih disukai oleh mayoritas masyarakat,maka ketika terjadi "huru hara" terhadap pentolan-pentolan da'wah mereka maka berbondong-bondonglah dukungan dari berbagai pihak dengan mengatasnamakan Islam walaupun pihak pendukung tersebut dalam keseharian menjalankan aqidahnya sangatlah kontras dengan yang mereka beri dukungan tersebut.

Penulis masih ingat,manakala negara kita masih terkungkung dalam sistem otoriter Orde Baru, da'wah caci maki terhadap pemerintah walaupun jarang dan tidak jarang diakhiri dengan penangkapan dari petugas yang berwenang sudah mendapat tempat dihati masyarakat ya, mungkin pada saat itu karena jarang ada orang yang berani menentang pemerintah kondisi tersebut menjadi hiburan di masyarakat,dan biasanya besoknya masyarakat akan saling bergunjing menyikapi da'wah semalam bukan mengamalkan nilai-nilai da'wah yang dibawakan karena memang da'wahnya tak bernilai.

Teladan dalam berdakwah, jelas bagi kita. Lihatlah para nabi dan rasul, saat mereka berdakwah tak ada diantara mereka yang melakukan caci maki kepada siapapun.

Allah -Ta’ala- berfirman,

“ Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan Hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl:125)

Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah. Nabi Muhammad SAW mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. Dimulai dari istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Nabi SAW adalah kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran) dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).(http://id.wikipedia.org/wiki/Dakwah)

Dari tujuan da'wah diatas kalau seandainya da'wah ini selalu diisi dengan caci maki apakah akan tercapai tujuan tersebut? Wallohua'lam


Tidak ada komentar: